Menu

Rabu, 17 Juli 2013

Jumlah Bruto sebagaimana yang dimaksud dalam PPh Pasal 23 - updated per 28-2-2014

Pada materi mengenai PPh Pasal 23 yang sebelumnya dipaparkan, nilai PPh Pasal 23 yang dipotong dirumuskan dari persentase tarif pajak dikalikan dengan Jumlah Bruto. Pada bagian ini, kami akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan jumlah bruto tersebut.


Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2009, yang dimaksud dengan Jumlah Bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh pemotong pajak kepada wajib pajak dalam negeri (WPDN) atau bentuk usaha tetap (BUT).

Beberapa pengeluaran atas pembayaran yang tidak diikutkan dalam Jumlah Bruto yang dipotong PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut :


Jasa Penyedia Tenaga Kerja (Outsourcing)

Jumlah Bruto tidak termasuk atas pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja (outsourcing) kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa.

Pengecualian pembayaran ini ke dalam Jumlah Bruto harus dapat dibuktikan dengan kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan.

Contoh:

PT A (memiliki NPWP) menggunakan jasa PT B dalam penyediaan tenaga kerja satpam. Dalam kontrak disebutkan PT A akan membayar PT B dengan nilai Rp 8.000.000 per bulan untuk jasa outsourcing, dan Rp 2.000.000 per satpam per bulan sebagai gaji. PT A juga diminta membayar tunjangan makan Satpam sebesar Rp 500.000 per satpam per bulan. PT A menggunakan 5 satpam. Pada bulan pertama, PT B menerbitkan faktur dengan rincian :
  • Jasa Outsourcing = Rp 8.000.000
  • Gaji Satpam = 5 x Rp 2.000.000 = Rp 10.000.000
  • Tunjangan Satpam = 5 x Rp 500.000 = Rp 2.500.000
  • Jumlah faktur yang ditagih senilai Rp 20.500.000.
Apabila PT B menagihkan faktur disertai bukti pendukung berupa kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji dan tunjangan satpam, maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT A adalah sebesar Rp 8.000.000 x 2% = Rp 160.000.

Apabila PT B tidak dapat memberikan bukti pendukung tersebut, maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT A adalah sebesar Rp 20.500.000 x 2% = Rp 410.000.


Jasa yang melibatkan pembelian material

Jumlah Bruto tidak termasuk atas pembayaran atas pengadaan / pembelian barang atau material.

Pengecualian pembayaran ini ke dalam Jumlah Bruto harus dapat dibuktikan dengan faktur pembelian barang atau material.

Contoh:

PT A (memiliki NPWP) menggunakan jasa PT C untuk perbaikan mesin. Dalam perbaikan mesin tersebut PT C mengeluarkan dana untuk pembelian sparepart sebesar Rp 3.000.000. Sparepart ini kemudian akan ditagihkan ke PT A. Jasa perbaikan yang disepakati kedua belah pihak sebesar Rp 1.000.000. PT C menagihkan faktur  kepada PT A dengan rincian :
  • Sparepart = Rp 3000.000
  • Jasa Perbaikan = Rp 1.000.000
  • Jumlah faktur yang ditagih senilai Rp 4.000.000.

Apabila PT C menagihkan faktur disertai bukti pendukung berupa faktur pembelian sparepart, maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT A adalah sebesar Rp 1.000.000 x 2% = Rp 20.000.

Apabila PT C tidak dapat memberikan bukti pendukung tersebut, maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT A adalah sebesar Rp 4.000.000 x 2% = Rp 80.000.


Jasa Perantara

Jumlah Bruto tidak termasuk atas pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga.
Pengecualian pembayaran ini ke dalam Jumlah Bruto harus dapat dibuktikan dengan faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis dalam hal pembayarannya dilakukan kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga.
Contoh:
PT A (memiliki NPWP) menggunakan jasa PT D sebagai perantara / agen untuk pengadaan bahan baku material. Dalam kontrak disepakati jasa perantaranya sebesar Rp 800.000 dan semua pembayaran terkait akan dibayarkan kepada PT D untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga. PT D kemudian meminta  PT E untuk menyalurkan bahan baku material ke PT A. Jumlah penyaluran bahan baku material ini bernilai Rp 3.000.000. PT E menerbitkan faktur penagihan atas nama PT A dengan nilai Rp 3.000.000. Faktur ini diserahkan ke PT D sebagai perantara. PT D kemudian menerbitkan faktur penagihan ke PT A dengan rincian :
  • Penagihan dari PT E atas bahan baku material = Rp 3.000.000
  • Jasa perantara = Rp 800.000
  • Jumlah faktur yang ditagih senilai Rp 3.800.000
Apabila PT D menagihkan faktur disertai bukti pendukung berupa faktur dari PT E dan kontrak, maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT A adalah sebesar Rp 800.000 x 2% = Rp 16.000.

Apabila PT D tidak dapat memberikan bukti pendukung tersebut, maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT A adalah sebesar Rp 3.800.000 x 2% = Rp 76.000.


Penggantian Biaya Jasa 

Jumlah Bruto tidak termasuk atas pembayaran penggantian biaya (reimbursement) sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.

Pengecualian pembayaran ini ke dalam Jumlah Bruto harus dapat dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.
Contoh:
PT A (memiliki NPWP) berafiliasi dengan PT F (Induk Perusahaan PT A). PT F berencana membuat iklan kolektif ucapan selamat. Iklan kolektif akan tayang di Media Massa milik PT G. Untuk keperluan iklan kolektif, nantinya PT F akan menagihkan ke masing-masing anak perusahaannya. Tarif pemasangan iklan kolektifnya bernilai Rp 10.000.000. Bagian yang ditagihkan ke PT Ad dari iklan kolektif ini adalah Rp 2.000.000. PT F juga akan menagihkan jasa perantara sebesar Rp 500.000.
PT G menagihkan ke PT F dengan faktur senilai Rp 10.000.000. Atas transaksi ini, PT F membayar PT G dengan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp 10.000.000 x 2% = Rp 200.000.
Kemudian PT F menagihkan faktur ke PT A dengan rincian:
  • Penggantian Iklan Kolektif = Rp 2.000.000
  • Jasa Perantara = Rp 500.000
  • Jumlah faktur yang ditagih senilai Rp 2.500.000.

Apabila PT F menagihkan faktur disertai bukti pendukung berupa faktur dari PT G dan bukti pembayaran ke PT G, maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT A adalah sebesar Rp 500.000 x 2% = Rp 10.000.

Apabila PT F tidak dapat memberikan bukti pendukung tersebut, maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT A adalah sebesar Rp 2.500.000 x 2% = Rp 50.000.


Tidak berlakunya pengecualian

Empat macam pengecualian jumlah bruto di atas tidak berlaku untuk :
  • Penghasilan yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan jasa katering
  • Penghasilan yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan jasa yang telah dikenai Pajak Penghasilan bersifat final.
Contoh:

PT A meminta PT H untuk menyediakan katering makan karyawannya dengan nilai kontrak Rp 3.000.000 untuk jasa kateringnya. PT H menerbitkan faktur kepada PT A dengan rincian:
  • Bahan Makanan = Rp 10.000.000
  • Jasa Katering = Rp 3.000.000
  • Jumlah faktur yang ditagih senilai Rp 13.000.000.
Atas transaksi tersebut, baik PT H melampirkan faktur pembelian bahan makanan atau pun tidak, PT A tetap akan memotong PPh Pasal 23 sebesar Rp 13.000.000 x 2% = Rp 260.000.


Peraturan-Peraturan terkait atas materi ini :
  • SE-53/PJ/2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar